Delfitri
Salsabela (05) sebagai pihak bank
Dewi Ika Pratiwi (06) sebagai Sutini pengusaha
tenun tradisional.
Negosiasi antara Pengusaha dan Pihak Bank
Sutini mendirikan usaha tenun tradisional sejak tahun
1996. Perusahaan ini berada di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten
Pemalang, Jawa Tengah. Kain sarung yang ia produksi terbuat dari bahan rayon,
sarung berbahan rayon ini sangat diminati jika dipasarkan di kawasan yang
memiliki suhu ekstrem, seperti kawasan Timur Tengah. Untuk mengembangkan
usahanya, Sutini menggunakan jasa perbankan dengan mengambil kredit dari bank
sebesar Rp200 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli bakan baku. Dengan
menjaminkan sertifikat rumah, maka Sutini mengkredit sebesar Rp150 juta kepada
bank.
(Pengusaha memasuki ruangan bagian
kredit)
Pengusaha: “Selamat
pagi bu.”
Pihak bank: “Selamat
pagi. Silahkan duduk.”
Pengusaha: “Terima
kasih.”
Pihak bank: “Saya Bela.
Maaf, ini dengan ibu siapa ya?”
Pengusaha: “Saya Sutini, pemilik perusahaan tenun
tradisional di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.”
Pihak bank: “Ada yang
bisa saya bantu?”
Pengusaha:
“Saya akan mengembangkan usaha kain sarung saya ke Timur Tengah. Tapi saya
memerlukan dana besar, sehingga saya ingin mengajukan kredit sebesar Rp200 juta.
Hmm, ini saya bawa proposalnya bu. Silahkan dilihat dulu.”
Pihak
bank: “Oh iya (sambil melihat proposal). Jadi, uangnya untuk membeli bahan baku
ya, bu?”
Pengusaha: “Iya bu,
bagaimana?”
Pihak
bank: “Maaf, kalau boleh tau, berapa jumlah karyawan anda? Dan berapa omset
yang anda terima per bulan?”
Pengusaha:
“Sekarang saya sudah mempunyai tidak kurang dari 600 orang dan saya juga
menjadi mitra bagi 30 perajin kain sarung di daerah saya. Kalau untuk omset
yang saya terima, tidak kurang dari Rp2 miliar per bulan.”
Pihak
bank: “Hhhmm, begini bu, jika kredit
di atas Rp100 juta, jaminannya berupa sertifikat tanah atau sertifikat rumah?”
Pengusaha: “Ohh gitu ya bu. Jika Rp200 juta butuh luas tanah berapa atau
luas rumah berapa?”
Pihak bank: “Ibu sendiri punya luas tanah atau luas rumah berapa?”
Pengusaha: “Hhhmm, kalau rumah sekitar 500 m2, sedangkan
tanah juga 500 m2.”
Pihak bank: “Hhhmm, sepertinya luas tanah dan
rumah ibu belum memenuhi persyaratan jaminan untuk kredit sebesar Rp200 juta.”
Pengusaha: “Lalu berapa kreditnya yang bisa diberikan jika jaminannya segitu?”
Pihak bank: “Yah jelas kurang dari Rp200 juta, bu.”
Pengusaha: “Iya, berapa? Apakah sekitar Rp 170 juta?”
Pihak bank: “Tergantung bu, mau pakai
sertifikat tanah atau rumah? Yang jelas kedua sertifikat ibu belum bisa
memenuhi jaminan untuk kredit Rp 170 juta.”
Pengusaha: “Jika pakai sertifikat rumah berapa? Kalau sertifikat tanah
berapa?”
Pihak bank: “Jika ibu pakai sertifikat rumah mungkin
sekitar Rp 150 juta, sedangkan sertifikat tanah kurang dari Rp 150 juta.”
Pengusaha: “Hanya segitu ya yang bisa?”
Pihak bank: “Iya bu, ini sudah ketentuan dari pihak bank sendiri.”
Pengusaha: “Apakah harus sertifikat tanah dan
rumah saja? Kalau misal memakai BPKB bagaimana?”
Pihak bank: “Tidak bisa, bu. Sekali lagi, ini
sudah ketentuan dari pihak bank bahwa kredit lebih dari Rp 100 juta memakai
jaminan seritifikat bangunan atau tanah.”
Pengusaha: “Lalu bunganya berapa? Dan kapan batas maksimal tanggal
pembayarannya?”
Pihak bank: “Bunganya 3% tiap bulan dan paling lambat dibayar tanggal 10
tiap bulan.”
Pengusaha: “Begitu ya?”
Pihak bank: “Iya bu, bagaimana?”
Pengusaha: “Yasudah, saya setuju. Saya pakai jaminan sertifikat rumah
saya.”
Pihak bank: “Berarti Anda memutuskan untuk kredit Rp 150 juta ya bu?”
Pengusaha: “Iya bu.”
Pihak bank: “Silahkan isi surat pengajuan kredit ini dulu, bu.”
Pengusaha: “Baik, bu. (sambil mengisi
surat). Apakah surat ini merupakan bukti dari kesepakatan pihak bank dan saya?
Pihak bank: “Iya bu, sepakat untuk berencana
memberikan kredit, memberi jaminan dan memberi bunga”
Pengusaha: “Loh, kok masih berencana?”
Pihak bank: “Begini bu, kami juga harus
melakukan survei dulu pada rumah ibu, apakah luasnya benar segitu?”
Pengusaha: “Berarti uangnya belum bisa saya terima sekarang?”
Pihak bank: “Maaf, Belum bisa bu.”
Pengusaha: “Oh iya, ini bu sudah selesai (sambil memberikan surat
pengajuan).”
Pihak bank: “Hhhmm (sambil mengecek surat), sudah benar bu. Terima
kasih, bu.”
Pengusaha: “Iya, lalu kapan surveinya?”
Pihak bank: “Kalau itu akan dihubungi lagi oleh pihak bank.”
Pengusaha: “Iya, terima kasih, bu. Selamat pagi.”
Pihak bank: “Selamat pagi.”
(Pengusaha meninggalkan ruangan)
Setelah itu Sutini
meninggalkan ruangan dan akhirnya mencapai kesepakatan antara Sutini dengan
pihak bank yaitu mengkredit uang Rp150 juta kepada bank dengan menjaminkan
sertifikat rumah. Tetapi uang tersebut belum dapat diterima langsung karena
pihak bank harus mensurvei terlebih dahulu.
No comments:
Post a Comment