Sunday, February 8, 2015

Teks Negosiasi antara Pengusaha dan Pihak Bank

Delfitri Salsabela (05) sebagai pihak bank
 Dewi Ika Pratiwi (06) sebagai Sutini pengusaha tenun tradisional.
Negosiasi antara Pengusaha dan Pihak Bank
            Sutini mendirikan usaha tenun tradisional sejak tahun 1996. Perusahaan ini berada di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Kain sarung yang ia produksi terbuat dari bahan rayon, sarung berbahan rayon ini sangat diminati jika dipasarkan di kawasan yang memiliki suhu ekstrem, seperti kawasan Timur Tengah. Untuk mengembangkan usahanya, Sutini menggunakan jasa perbankan dengan mengambil kredit dari bank sebesar Rp200 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli bakan baku. Dengan menjaminkan sertifikat rumah, maka Sutini mengkredit sebesar Rp150 juta kepada bank.

                    (Pengusaha memasuki ruangan bagian kredit)
Pengusaha: “Selamat pagi bu.”
Pihak bank: “Selamat pagi. Silahkan duduk.”
Pengusaha: “Terima kasih.”
Pihak bank: “Saya Bela. Maaf, ini dengan ibu siapa ya?”
Pengusaha:  “Saya Sutini, pemilik perusahaan tenun tradisional di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.”
Pihak bank: “Ada yang bisa saya bantu?”
Pengusaha: “Saya akan mengembangkan usaha kain sarung saya ke Timur Tengah. Tapi saya memerlukan dana besar, sehingga saya ingin mengajukan kredit sebesar Rp200 juta. Hmm, ini saya bawa proposalnya bu. Silahkan dilihat dulu.”
Pihak bank: “Oh iya (sambil melihat proposal). Jadi, uangnya untuk membeli bahan baku ya, bu?”
Pengusaha: “Iya bu, bagaimana?”
Pihak bank: “Maaf, kalau boleh tau, berapa jumlah karyawan anda? Dan berapa omset yang anda terima per bulan?”
Pengusaha: “Sekarang saya sudah mempunyai tidak kurang dari 600 orang dan saya juga menjadi mitra bagi 30 perajin kain sarung di daerah saya. Kalau untuk omset yang saya terima, tidak kurang dari Rp2 miliar per bulan.”
Pihak bank: “Hhhmm, begini bu, jika kredit di atas Rp100 juta, jaminannya berupa sertifikat tanah atau sertifikat rumah?”
Pengusaha: “Ohh gitu ya bu. Jika Rp200 juta butuh luas tanah berapa atau luas rumah berapa?”
Pihak bank: “Ibu sendiri punya luas tanah atau luas rumah berapa?”
Pengusaha: “Hhhmm, kalau rumah sekitar 500 m2, sedangkan tanah juga 500 m2.”
Pihak bank: “Hhhmm, sepertinya luas tanah dan rumah ibu belum memenuhi persyaratan jaminan untuk kredit sebesar Rp200 juta.”
Pengusaha: “Lalu berapa kreditnya yang bisa diberikan jika jaminannya segitu?”
Pihak bank: “Yah jelas kurang dari Rp200 juta, bu.”
Pengusaha: “Iya, berapa? Apakah sekitar Rp 170 juta?”
Pihak bank: “Tergantung bu, mau pakai sertifikat tanah atau rumah? Yang jelas kedua sertifikat ibu belum bisa memenuhi jaminan untuk kredit Rp 170 juta.”
Pengusaha: “Jika pakai sertifikat rumah berapa? Kalau sertifikat tanah berapa?”
Pihak bank: “Jika ibu pakai sertifikat rumah mungkin sekitar Rp 150 juta, sedangkan sertifikat tanah kurang dari Rp 150 juta.”
Pengusaha: “Hanya segitu ya yang bisa?”
Pihak bank: “Iya bu, ini sudah ketentuan dari pihak bank sendiri.”
Pengusaha: “Apakah harus sertifikat tanah dan rumah saja? Kalau misal memakai BPKB bagaimana?”
Pihak bank: “Tidak bisa, bu. Sekali lagi, ini sudah ketentuan dari pihak bank bahwa kredit lebih dari Rp 100 juta memakai jaminan seritifikat bangunan atau tanah.”
Pengusaha: “Lalu bunganya berapa? Dan kapan batas maksimal tanggal pembayarannya?”
Pihak bank: “Bunganya 3% tiap bulan dan paling lambat dibayar tanggal 10 tiap bulan.”
Pengusaha: “Begitu ya?”
Pihak bank: “Iya bu, bagaimana?”
Pengusaha: “Yasudah, saya setuju. Saya pakai jaminan sertifikat rumah saya.”
Pihak bank: “Berarti Anda memutuskan untuk kredit Rp 150 juta ya bu?”
Pengusaha: “Iya bu.”
Pihak bank: “Silahkan isi surat pengajuan kredit ini dulu, bu.”
Pengusaha: “Baik, bu. (sambil mengisi surat). Apakah surat ini merupakan bukti dari kesepakatan pihak bank dan saya?
Pihak bank: “Iya bu, sepakat untuk berencana memberikan kredit, memberi jaminan dan memberi bunga”
Pengusaha: “Loh, kok masih berencana?”
Pihak bank: “Begini bu, kami juga harus melakukan survei dulu pada rumah ibu, apakah luasnya benar segitu?”
Pengusaha: “Berarti uangnya belum bisa saya terima sekarang?”
Pihak bank: “Maaf, Belum bisa bu.”
Pengusaha: “Oh iya, ini bu sudah selesai (sambil memberikan surat pengajuan).”
Pihak bank: “Hhhmm (sambil mengecek surat), sudah benar bu. Terima kasih, bu.”
Pengusaha: “Iya, lalu kapan surveinya?”
Pihak bank: “Kalau itu akan dihubungi lagi oleh pihak bank.”
Pengusaha: “Iya, terima kasih, bu. Selamat pagi.”
Pihak bank: “Selamat pagi.”
                     (Pengusaha meninggalkan ruangan)

            Setelah itu Sutini meninggalkan ruangan dan akhirnya mencapai kesepakatan antara Sutini dengan pihak bank yaitu mengkredit uang Rp150 juta kepada bank dengan menjaminkan sertifikat rumah. Tetapi uang tersebut belum dapat diterima langsung karena pihak bank harus mensurvei terlebih dahulu. 

No comments:

Post a Comment