PENGGUSURAN LAHAN SALAH SIAPA?
1.
Banjir
yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan
dimaklumi. Harus ada solusi yang cepat dan tepat untuk mengatasinya sebelum
Jakarta benar-benar tenggelam. Salah satu solusi yang diusung Pemkot DKI
Jakarta adalah program normalisasi sungai. Program tersebut berupa pengosongan
lahan di sekitar sungai-sungai yang ada di Jakarta. Pengosongan lahan pun akan
berimbas pada seluruh warga yang tinggal di permukiman sekitar sungai. Dengan
demikian, akan banyak relokasi yang dilakukan Pemkot DKI. Namun, relokasi ke
rusunawa ternyata bukanlah kabar gembira bagi warga sekitar bantaran sungai
sebab itu artinya mereka harus menata kembali hidup mereka dari awal sehingga
tidak sedikit warga yang melakukan aksi menolak penggusuran.
2.
Masih
segar dalam ingatan kita semua tragedi Kampung Pulo pada 20 Agustus 2015
kemarin. Tiga hari setelah rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan yang ke-70
ternyata menjadi momen mengerikan bagi warga Kampung Pulo. Mereka harus
bersitegang dengan petugas yang hendak menggusur permukiman mereka. Bahkan,
bentrokan fisik yang memakan korban luka pun tak terelakan dalam kejadian nahas
itu. Hal ini sebenarnya membuat saya dilema sekaligus kesal karena dalang dari
semua keributan ini bukanlah pemerintah bukan juga rakyat di sekitar bantaran
Sungai Ciliwung. Lalu siapakah yang sebenarnya salah?
3.
Jika
kita telusuri, akar permasalahan ini adalah pihak yang mengizinkan orang-orang
untuk membuat perkemahan di bantaran sungai. Menurut masyarakat sekitar, mereka
telah membayar uang sewa kepada sejumlah oknum. Entah kita harus menyebut
mereka apa? Entah preman, entah yang lainnya. Yang pasti mereka itulah yang
mengaku bahwa daerah tersebut, yang berplang milik pemerintah, merupakan
wilayah kekuasaannya sehingga mereka yang ingin membuat bangunan harus meminta
izin dan menyerahkan sejumlah uang untuk dapat memiliki lahan di tempat
tersebut.
4.
Sayangnya,
oknum tersebut tidak pernah muncul setiap pemerintah melakukan penggusuran.
Mereka (oknum) tidak pernah bertanggung jawab, dan mereka pun tidak pernah
ditindak tegas oleh pemerintah bahkan aparat keamanan. Keberadaannya hanya
muncul ketika hendak menerima keuntungan, sedangkan selanjutnya mereka tak mau
menanggung kerugian yang diterima warga bantaran sungai.
5.
Dengan
demikian, jelaslah siapa otak yang seharusnya digusur dan dibasmi. Para oknum
tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai penguasa, sebab rakyat bantaran
sungai tentu tidak akan mendirikan bangunan jika tidak ada yang memberi izin
sebab mereka pasti mengerti maksud plang yang dipasang di sepanjang bantaran
sungai. Pemerintah pun tidak akan melakukan penggusuran jika tidak ada bangunan
yang didirikan di pinggir sungai yang menyebabkan penyempitan area sungai
sehingga banjir selalu menimpa Jakarta yang notabene ibu kota negara. Jika
normalisasi sungai tidak dilakukan, seluruh penduduk Jakartalah yang rugi. Oleh
karena itu, marilah kita sama-sama pahami maksud pemerintah yang hendak
merelokasi semua penghuni bantaran ke rusunawa yang pemerintah siapkan.
Tujuannya tiada lain agar tidak ada pihak yang kembali dirugikan.
6.
Banjir
yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan
dimaklumi. Begitu pun pihak-pihak yang mendatangkan orang-orang yang
menyebabkan kebanjiran tersebut harus ditindak tegas oleh seluruh aparat.
2. Struktur Teks Opini/ Editorial
No.
|
Struktur Teks
|
Kalimat dalam Teks
|
1.
|
Pernyataan
Pendapat
|
1.
Banjir
yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan
dimaklumi. Harus ada solusi yang cepat dan tepat untuk mengatasinya sebelum
Jakarta benar-benar tenggelam. Salah satu solusi yang diusung Pemkot DKI
Jakarta adalah program normalisasi sungai. Program tersebut berupa
pengosongan lahan di sekitar sungai-sungai yang ada di Jakarta. Pengosongan
lahan pun akan berimbas pada seluruh warga yang tinggal di permukiman sekitar
sungai. Dengan demikian, akan banyak relokasi yang dilakukan Pemkot DKI.
Namun, relokasi ke rusunawa ternyata bukanlah kabar gembira bagi warga
sekitar bantaran sungai sebab itu artinya mereka harus menata kembali hidup
mereka dari awal sehingga tidak sedikit warga yang melakukan aksi menolak
penggusuran.
|
2.
|
Argumentasi
|
2.
Masih
segar dalam ingatan kita semua tragedi Kampung Pulo pada 20 Agustus 2015
kemarin. Tiga hari setelah rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan yang ke-70
ternyata menjadi momen mengerikan bagi warga Kampung Pulo. Mereka harus
bersitegang dengan petugas yang hendak menggusur permukiman mereka. Bahkan,
bentrokan fisik yang memakan korban luka pun tak terelakan dalam kejadian
nahas itu. Hal ini sebenarnya membuat saya dilema sekaligus kesal karena
dalang dari semua keributan ini bukanlah pemerintah bukan juga rakyat di
sekitar bantaran Sungai Ciliwung. Lalu siapakah yang sebenarnya salah?
3.
Jika
kita telusuri, akar permasalahan ini adalah pihak yang mengizinkan
orang-orang untuk membuat perkemahan di bantaran sungai. Menurut masyarakat
sekitar, mereka telah membayar uang sewa kepada sejumlah oknum. Entah kita
harus menyebut mereka apa? Entah preman, entah yang lainnya. Yang pasti
mereka itulah yang mengaku bahwa daerah tersebut, yang berplang milik
pemerintah, merupakan wilayah kekuasaannya sehingga mereka yang ingin membuat
bangunan harus meminta izin dan menyerahkan sejumlah uang untuk dapat
memiliki lahan di tempat tersebut.
4.
Sayangnya,
oknum tersebut tidak pernah muncul setiap pemerintah melakukan penggusuran.
Mereka (oknum) tidak pernah bertanggung jawab, dan mereka pun tidak pernah
ditindak tegas oleh pemerintah bahkan aparat keamanan. Keberadaannya hanya
muncul ketika hendak menerima keuntungan, sedangkan selanjutnya mereka tak
mau menanggung kerugian yang diterima warga bantaran sungai.
5.
Dengan
demikian, jelaslah siapa otak yang seharusnya digusur dan dibasmi. Para oknum
tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai penguasa, sebab rakyat bantaran
sungai tentu tidak akan mendirikan bangunan jika tidak ada yang memberi izin
sebab mereka pasti mengerti maksud plang yang dipasang di sepanjang bantaran
sungai. Pemerintah pun tidak akan melakukan penggusuran jika tidak ada
bangunan yang didirikan di pinggir sungai yang menyebabkan penyempitan area
sungai sehingga banjir selalu menimpa Jakarta yang notabene ibu kota negara.
Jika normalisasi sungai tidak dilakukan, seluruh penduduk Jakartalah yang
rugi. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama pahami maksud pemerintah yang
hendak merelokasi semua penghuni bantaran ke rusunawa yang pemerintah
siapkan. Tujuannya tiada lain agar tidak ada pihak yang kembali dirugikan.
|
3.
|
Pernyataan
Ulang Pendapat
|
6.
Banjir
yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan
dimaklumi. Begitu pun pihak-pihak yang mendatangkan orang-orang yang
menyebabkan kebanjiran tersebut harus ditindak tegas oleh seluruh aparat.
|
3. Kalimat Yang Mengandung Argumen Penulis
1.
Banjir
yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan
dimaklumi.
2.
Hal
ini sebenarnya membuat saya dilema sekaligus kesal karena dalang dari semua
keributan ini bukanlah pemerintah bukan juga rakyat di sekitar bantaran Sungai
Ciliwung.
3.
Para
oknum tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai penguasa, sebab rakyat
bantaran sungai tentu tidak akan mendirikan bangunan jika tidak ada yang
memberi izin sebab mereka pasti mengerti maksud plang yang dipasang di
sepanjang bantaran sungai.
4.
Pemerintah
pun tidak akan melakukan penggusuran jika tidak ada bangunan yang didirikan di
pinggir sungai yang menyebabkan penyempitan area sungai sehingga banjir selalu
menimpa Jakarta yang notabene ibu kota negara.
5.
Begitu
pun pihak-pihak yang mendatangkan orang-orang yang menyebabkan kebanjiran
tersebut harus ditindak tegas oleh seluruh aparat.
4.
Informasi dari Teks “PENGGUSURAN LAHAN SALAH SIAPA?”
1. Banjir yang selalu melanda Ibu Kota
Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan dimaklumi.
2. Jika kita telusuri, akar
permasalahan ini adalah pihak yang mengizinkan orang-orang untuk membuat
perkemahan di bantaran sungai.
3. Mereka itulah yang mengaku bahwa
daerah tersebut, yang berplang milik pemerintah, merupakan wilayah kekuasaannya
sehingga mereka yang ingin membuat bangunan harus meminta izin dan menyerahkan
sejumlah uang untuk dapat memiliki lahan di tempat tersebut.
4. Mereka (oknum) tidak pernah
bertanggung jawab, dan mereka pun tidak pernah ditindak tegas oleh pemerintah
bahkan aparat keamanan.
5. Pemerintah pun tidak akan melakukan
penggusuran jika tidak ada bangunan yang didirikan di pinggir sungai yang
menyebabkan penyempitan area sungai sehingga banjir selalu menimpa Jakarta yang
notabene ibu kota negara.
5. Gagasan yang ingin disampaikan penulis
1.
Banjir
yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan
dimaklumi.
2.
Masih
segar dalam ingatan kita semua tragedi Kampung Pulo pada 20 Agustus 2015
kemarin.
3.
Jika
kita telusuri, akar permasalahan ini adalah pihak yang mengizinkan orang-orang
untuk membuat perkemahan di bantaran sungai.
4.
Sayangnya,
oknum tersebut tidak pernah muncul setiap pemerintah melakukan penggusuran.
5.
Dengan
demikian, jelaslah siapa otak yang seharusnya digusur dan dibasmi.
6.
Kalimat yang Mengandung Verba Material, Relasional, dan Mental
No
|
Kalimat
|
Verba
|
Verba Material/ Relasional/ Mental
|
1.
|
Banjir yang selalu melanda Ibu
Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan dimaklumi.
|
Melanda
|
Verba
Material
|
2.
|
Harus ada solusi yang cepat dan
tepat untuk mengatasinya sebelum Jakarta benar-benar tenggelam.
|
Mengatasinya
|
Verba
Material
|
3.
|
Salah satu solusi yang diusung
Pemkot DKI Jakarta adalah program normalisasi sungai.
|
Adalah
|
Verba
Relasional
|
4.
|
Jika kita telusuri, akar
permasalahan ini adalah pihak yang mengizinkan orang-orang untuk membuat
perkemahan di bantaran sungai.
|
Adalah
|
Verba
Relasional
|
5.
|
Para oknum tak bertanggung jawab
yang mengaku sebagai penguasa, sebab rakyat bantaran sungai tentu tidak akan
mendirikan bangunan jika tidak ada yang memberi izin sebab mereka pasti
mengerti maksud plang yang dipasang di sepanjang bantaran sungai.
|
Mengerti
|
Verba
Mental
|
6.
|
Tiga hari setelah rakyat Indonesia
merayakan kemerdekaan yang ke-70 ternyata menjadi momen mengerikan bagi warga
Kampung Pulo.
|
Mengerikan
|
Verba
Mental
|
7. Kalimat yang Mengandung Modalitas dan fungsinya
No
|
Kalimat dalam Teks
|
Modalitas
|
Fungsi Modalitas
|
1.
|
Yang pasti mereka itulah yang
mengaku bahwa daerah tersebut, yang berplang milik pemerintah, merupakan
wilayah kekuasaannya sehingga mereka yang ingin membuat bangunan harus
meminta izin dan menyerahkan sejumlah uang untuk dapat memiliki lahan di
tempat tersebut.
|
Pasti
|
Untuk
menyatakan kepastian
|
2.
|
Entah kita harus menyebut mereka apa?
Entah preman, entah yang lainnya.
|
Entah
|
Untuk
menyatakan kesangsian
|
3.
|
Hal ini sebenarnya membuat saya
dilema sekaligus kesal karena dalang dari semua keributan ini bukanlah
pemerintah bukan juga rakyat di sekitar bantaran Sungai Ciliwung.
|
Sebenarnya
|
Untuk
menyatakan pengakuan
|
4.
|
Namun, relokasi ke rusunawa
ternyata bukanlah kabar gembira bagi warga sekitar bantaran sungai sebab itu
artinya mereka harus menata kembali hidup mereka dari awal sehingga tidak
sedikit warga yang melakukan aksi menolak penggusuran.
|
Bukan
|
Untuk menyatakan kepastian
|
5.
|
Harus ada solusi yang cepat dan
tepat untuk mengatasinya sebelum Jakarta benar-benar tenggelam.
|
Benar
|
Untuk
menyatakan pengakuan
|
8. Kalimat yang Mengandung Konjungsi Antarkalimat dan Fungsinya
No.
|
Kalimat
|
Konjungsi
|
Fungsi Konjungsi
|
1
|
Harus ada solusi yang cepat dan
tepat untuk mengatasinya sebelum Jakarta benar-benar tenggelam
|
Sebelum
|
Mata argumentasi
|
2
|
Tiga hari setelah rakyat Indonesia
merayakan kemerdekaan yang ke-70 ternyata menjadi momen mengerikan bagi warga
Kampung Pulo
|
Setelah
|
Hubungan sebab akibat
|
3
|
Hal ini sebenarnya membuat saya
dilema sekaligus kesal karena dalang dari semua keributan ini bukanlah
pemerintah bukan juga rakyat di sekitar bantaran Sungai Ciliwung
|
Juga
|
Memperkuat argumentasi
|
4
|
Mereka (oknum) tidak pernah
bertanggung jawab, dan mereka pun tidak pernah ditindak tegas oleh pemerintah
bahkan aparat keamanan
|
Bahkan
|
Memperkuat argumentasi
|
5
|
Tujuannya
tiada lain agar tidak ada pihak yang kembali dirugikan.
|
Agar
|
Menyatakan harapan
|
9. Kalimat Majemuk
Setara dan Majemuk Bertingkat
Kalimat
majemuk setara (Koordinatif)
1. Banjir yang selalu melanda Ibu Kota
Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan
dimaklumi.
2. Harus ada solusi yang cepat dan tepat untuk mengatasinya sebelum
Jakarta benar-benar tenggelam
3. Mereka (oknum) tidak pernah
bertanggung jawab, dan mereka pun
tidak pernah ditindak tegas oleh pemerintah bahkan aparat keamanan
Kalimat
majemuk bertingkat (Subordinatif)
1. Namun, relokasi ke rusunawa ternyata
bukanlah kabar gembira bagi warga sekitar bantaran sungai sebab itu artinya mereka harus menata kembali hidup mereka dari
awal sehingga tidak sedikit warga yang melakukan aksi menolak penggusuran.
2.
Yang
pasti mereka itulah yang mengaku bahwa daerah tersebut, yang berplang milik
pemerintah, merupakan wilayah kekuasaannya sehingga
mereka yang ingin membuat bangunan harus meminta izin dan menyerahkan sejumlah
uang untuk dapat memiliki lahan di tempat tersebut.
3.
Para
oknum tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai penguasa, sebab rakyat
bantaran sungai tentu tidak akan mendirikan bangunan jika tidak ada yang
memberi izin sebab mereka pasti
mengerti maksud plang yang dipasang di sepanjang bantaran sungai.
No comments:
Post a Comment